Tari Khas Gambuh Sebagai Culture Warisan

Posted by Posted by ibasbali On 5:04 PM

Di Bali tepatnya, banyak kita ketahui tentang Budaya yang kita warisi dari nenek moyang kita. Mulai dari cara hidup didesa dengan mengembangkan sistem pertanian tradisional, alat2 pertukangan tradisional seperti yang telah dimuseumkan di Kerta Gosa Klungkung yang berupa alat2 membajak sawah (baca:tengalan), dan masih banyak lagi lainnya. Nah yang menarik perhatian saya adalah tarian tradisional yang mengiringi suatu acara adat / upacara adat seperti Tari Jangkang dari Pelilit - Nusa Penida, Tari Gambuh dari Br. Watas Desa Tanglad - Nusa Penida.

Sedikit konsultasi dengan warga setempat, tari gambuh biasanya dipentaskan pada saat Hari Raya Galungan dalam rangka mengiringi serangkaian upacara pada Hari Raya Galungan tersebut selain itu juga dipergunakan pada saat orang setempat melaksanakan acara pernikahan, selain itu juga banyak dicari/diundang oleh desa tetangga dalam rangka mengiringi upacara yadnya juga, orang setempat menyebutnya Nunas Tirta Gambuh. Pada hari Raya Galungan, Tari Gambuh ini dipentaskan pada sore/malam hari H. Tokoh - tokoh dalam tari Gambuh tersebut lumayan banyak juga. Awalnya tari Gambuh ini dimulai dengan mementaskan 2 penari dengan tokoh "Condong dan Galuh" biasanya disebut Condong saja yang biasanya diperankan oleh 2 orang laki - laki yang dipilih oleh krama yang bersangkutan. Bahasa yang digunakan rada2 menyerupai bahasa Kawi Kuna, seperti "lahya Kakang di Semar, Ange Ngawas Pedandangin su.!!" (mungkin salah pada ejaannya) , dst . Setelah tokoh Condong dan Galuh ini selesai dipentaskan, kemudian diikuti dengan Tari Gambuh sesungguhnya. Jenis Tokoh yang diperankan kira2 berjumlah 10 jenis tokoh. Ceritanya mengambil sebuah sejarah disuatu kerajaan jaman Kuna. Salah satu sisi Tokoh tersebut, mengambil tokoh seorang raja manis yang diberi gelar Panji, dan sebagai tokoh bersebrangannya/antagonis diberi gelar Raden Prabangsa/ Raja Keras. Kedua tokoh ini diikuti oleh Parekannya seperti Paman Megatik, Wijil, dan Penasar. Tokoh2 sebagai Parekan ini mungkin lebih bersifat Lelucon pada saat pertama mereka menari di panggung, namun pada saat Raja2 mereka datang, suasana seperti dikerajaanpun di munculkan.
Singkat cerita, kedua Tokoh raja ini kemudian berperang adu kesaktian dengan menghunus keris mereka, dan pertunjukanpun selesai dengan ending "Para Raja masih dalam keadaan bertarung". yang ada dibenak saya adalah bahwa tarian gambuh itu sudah selesai/tamat ceritanya., namun selang beberapa waktu, muncul lagi tokoh yang lebih menyeramkan yang diperankan oleh dua orang dengan memakai topeng "Tapol" orang lokal menyebutnya. Yang satunya busananya menyerupai Tokoh Hanuman dengan pakaian serba Putih dengan ciri khasnya berekor putih. Kemudian tokoh yang lain dengan Postur tubuh lebih tinggi, berbusana serba merah yang dikenal dengan Tokoh Ditya, mirip dengan karakternya Rahwana. Setelah usut diusut, ternyata pertarungan antara Raja-raja tadi (Panji dan Raden Prabangsa) diteruskan sampai ke tingkat perubahan wujud yang lebih tinggi (Hanuman dan Ditya) yang merupakan sesuunan masyarakat local. Pertarungan ditingkat tinggi pun terjadi sengit, sehingga menyebabkan beberapa penonton ikut andil didalamnya karena tidak kuat dengan suasana yang terjadi dalam tarian itu, orang setempat menyebutnya Nadi/Kerauhan yang disebabkan oleh suasana dari kedua Tokoh tingkat tinggi tersebut, suasana pun menjadi histeris. Di pertengahan pertarungan, tiba2 muncul sesosok tokoh Bhagawan yang diperankan oleh warga setempat biasanya diperankan oleh Pemangku didesa setempat. Dengan busana yang serba Putih, Sang Bhagawanpun memberikan ceramah kepada kedua tokoh yang bertarung tadi. bersambung...